Tuesday, March 13, 2012

Seri Kunci Kebahagiaan 1 - Iman dan Amal Sholeh


Meraih Hidup Bahagia-

Syaikh Al-Allamah Abdurrahman Nashir as-Sa'di Rahimahullah 

MUKADDIMAH

Segala puji hanya bagi Allah yang  bagi-Nya seluruh pujian. Saya  bersaksi  bahwa tiada  sesembahan  selain Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan saya  bersaksi bahwa  nabi  Muhammad  adalah  hamba  dan  Rasul-Nya,  semoga  shalawat  dan  salam  terlimpahkan kepada beliau, keluarga dan para shahabatnya.

Sesungguhnya  ketenangan  hati  dan kesenangannya  serta  hilangnya  rasa  gundah  dan resah  merupakan  keinginan  setiap  orang.  Karena dengan  demikian  akan  tercapai  kehidupan  yang tenteram,  bahagia  dan  sejahtera.  Untuk  mencapai hal-hal  tersebut  diperlukan  sarana-sarana  yang bersifat  religius,  alami  dan  logika  yang  kesemuanya tidak  akan  dapat  dicapai  kecuali  oleh  seorang mu’min. 

Adapun  selain  mereka,  walaupun  dapat diraih  salah  satunya  itupun  setelah  para  pemikir mereka  menguras  pikirannya  untuk  itu  akan  tetapi masih  banyak  hal  lain  yang  terlewatkan  yang  lebih bermanfaat  dan  utama  baik  di  dunia  ini  atau kehidupan berikutnya.


1. IMAN DAN AMAL SHALEH

Sarana  yang  paling  utama  dan  paling  mendasar dalam  masalah  ini  adalah  beriman  kepada  Allah  dan beramal Shaleh. Firman Allah Subhanahu wa ta’ala:
“Barangsiapa  yang  mengerjakan  amal  saleh,  baik laki-laki  maupun perempuan   dalam  keadaan  beriman, maka  sesungguhnya  akan  Kami  berikan  kepadanya kehidupan  yang  baik  dan  sesungguhnya  Kami  beri balasan  kepada  mereka  dengan  pahala  yang  lebih baik  dari  apa  yang  telah  mereka  kerjakan.” (Q.S An-Nahl : 97).

Allah  ta’ala  mengabarkan  dan  menjanjikan  bagi siapa  saja  yang  menggabungkan  antara  iman  dan amal shaleh  dengan  kehidupan yang baik di dunia ini serta balasan kebaikan di dunia dan akhirat. Sebabnya  jelas,  karena  orang-orang  yang  beriman kepada  Allah  ta’ala  dengan  iman  yang  benar  dan berbuat    amal  shaleh  yang  dapat  memperbaiki  hati, akhlak,  dunia  dan  akhirat,  mereka  memiliki  pijakan dan  landasan  tempat  menerima  semua  apa  yang datang  kepada  mereka,  baik  yang  berbentuk kebahagiaan  dan  kesenangan  atau  penderitaan  dan kesedihan.

Jika  mereka  mendapatkan  sesuatu  yang  dicintai dan  disenangi,  mereka  menerimanya  dengan  rasa syukur  serta  menggunakannya  sesuai fungsinya,  dan jika  mereka  menggunakannya  atas  dasar  tersebut maka  timbullah  perasaan  gembira  seraya  berharap agar  kebaikan  tersebut  tetap  ada  padanya  dan mengandung  berkah  serta  berharap teraihnya  pahala karena  dia  termasuk  orang-orang  yang mensyukurinya.  Semua  itu  merupakan  perkara  yang agung  yang  nilai  dan  berkahnya  melebihi  kebaikan itu sendiri sekaligus merupakan buahnya.

Mereka  juga menghadapi keburukan  dan  kesulitan sesuai  kemampuan  yang  mereka  miliki,  memperkecil semampunya,  sabar  terhadap  apa  yang  tak  mungkin mereka  hindari.  Dengan  demikian,  kesulitan-kesulitan  tersebut  memberikan  mereka  pengalaman dan  kekuatan  bagaimana  menghadapi  masalah.

Sabar  dan  berharap  pahala  atas  apa  yang  dialami, berdampak  sangat  besar  atas  hilangnya  kesulitan, berganti  dengan  kemudahan  dan harapan  yang  baik, keinginan  akan  karunia  Allah  dan  ganjaran-Nya, sebagaimana  yang  digambarkan  Rasulullah Shallallahu'alaihi wa salam hadits shahihnya:

“Sesungguhnya  perkara  seorang  mu’min  itu menakjubkan,  karena  semua  perkara  yang dialaminya adalah  baik;  jika      mendapatkan  kesenangan  dia bersyukur,  maka  hal  itu  lebih  baik  baginya,  jika mengalami  kesulitan  dia  bersabar,  maka  hal  itu  lebih baik  baginya,  dan hal  seperti itu tidak  terdapat kecuali pada diri seorang mu’min.” (HR. Muslim).

Dalam  hadits  tersebut  Rasulullah menggambarkan  bahwa  seorang  mu’min  akan berlipat-lipat kebaikan  dan  buah  amalnya atas  setiap apa yang dialaminya.

Karena  itu  anda  akan  mendapatkan  dua  orang yang  mengalami  hal  serupa  baik  berupa  kebaikan ataupun keburukan,  akan  tetapi  ada perbedaan  yang besar  di  antara  keduanya  dalam  menerimanya.  Hal tersebut  dapat  terjadi,  karena  berbedanya  iman  dan amal shaleh pada keduanya.

Yang  pertama  :
Menerima  kebaikan  dan  keburukan sebagaimana  yang  telah  kita  sebutkan,  yaitu  dalam bentuk  syukur  dan  sabar  dengan  segala konsekwensinya.  Sehingga  lahir  pada  dirinya perasaan bahagia dan senang, hilangnya rasa gundah gulana,  perasaan  tak  tenang,  kesempitan  dada  dan kehidupan  sengsara,  semuanya  berganti  dengan kehidupan bahagia di dunia ini.

Sementara yang lain menerima kesenangan dengan sombong  dan  melampaui  batas.  Akhlaknya menyimpang  sehingga  dia  menerimanya  bagaikan hewan  rakus  yang  kelaparan,  namun  demikian hatinya  tetap  tidak  tenang,  bahkan  gelisah  dari berbagai  sisi,  dari  sisi  ketakutan  akan  hilangnya sesuatu  yang  dicintainya,  dari  banyaknya  pertikaian yang  biasanya  tumbuh  dari  hal  tersebut,  dari  sisi jiwanya  yang  tak  puas-puasnya,  bahkan menginginkan  hal-hal  lainnya  yang  mungkin  dapat dia  raih  ataupun  tidak.  Walaupun  seandainya  dapat diraihnya,  itupun  akan  mengakibatkan  kegelisahan dari berbagai sisi yang telah disebutkan tadi.

Adapun  jika  mendapatkan  kesulitan,  dia menerimanya  dengan  panik,  ketakutan  dan  tidak tenang. Jika demikian halnya, maka jangan tanya lagi bagaimana sempit kehidupannya, banyak pikiran dan tegang, ketakutan yang dapat mengakibatkan  kondisi lebih  buruk  dan  lebih  parah  lagi.  Karena  semua  itu tidak  dihadapi  dengan  mengharap  pahala  dari  Allah, juga  tidak  dengan  kesabaran  yang  dapat menghiburnya dan meringankan penderitaannya.

Semua  itu  dapat  disaksikan  lewat  pengalaman. Satu  contoh,  jika  anda  renungkan  dan  anda  kaitkan dengan  realita  yang  ada,  maka  akan  anda  dapatkan perbedaan  yang  besar  antara  seorang  mu’min  yang mengamalkan  semua  tuntutan  keimanannya  dengan mereka  yang  tak  seperti  itu.  Hal  itu  karena  agama menyeru  manusia  untuk  qana’ah  (merasa  cukup) rizki  Allah  dan  semua  yang  dialami  seorang  hamba dari  keutamaan  dan  karunia-Nya  yang  bermacam-macam.

Seorang  mu’min  jika  ditimpa  penyakit  atau kefakiran  atau  musibah  lainnya  dimana  setiap  orang memiliki  kemungkinan  itu,  lalu  dengan keimanannya dia  akan  menerimanya  dengan  qana’ah  dan  ridha atas  pemberian  Allah  kepadanya,  maka  hatinya menjadi  tenang,  tidak  menuntut  sesuatu  yang  dia tidak  mampu  untuk  meraihnya,  dirinya  selalu melihat  orang  yang  di  bawahnya  (yang  lebih menderita  dari  dia)  dan  tidak  melihat  orang  yang  di atasnya (yang lebih  senang  darinya), bahkan bisa jadi dia  semakin  bertambah  senang  dan  gembira  jika melihat  orang-orang  yang  dapat  meraih  keinginan-keinginan  dunianya  namun  tidak  memiliki  sifat qana'ah atas semua itu.

Begitu  juga  akan  anda  dapatkan  orang-orang  yang tidak  mejalankan  nilai-nilai  keimanan,  manakala mendapatkan cobaan  seperti  kefakiran  atau  luputnya sebagian dari keinginan duniawinya, dia sangat putus asa dan menderita.

Kasus  lainnya :
Ketika  sebab-sebab  ketakutan  dan kekalutan  menghinggapi  manusia,  maka  akan  anda dapati  orang  yang  imannya  benar,  hatinya  akan mantap,  jiwanya  tenang,  teguh  dalam  mencari penyelesaian  serta  menyelesaikan  masalah  yang menimpanya  tersebut  dengan  keluasan  yang dimilikinya  berupa  pemikiran,  perkataan  dan perbuatan.  Dirinya  telah  kokoh  menghadapai gangguan  yang  menimpa.  Kondisi  seperti  ini  akan membuat seseorang tenang dan hatinya mantap.

Sebagaimana  akan  anda  dapatkan  orang  yang  tak memiliki  keimanan,  mengalami  kondisi  sebaliknya. Jika  mengalami  ketakutan,  hatinya  menjadi  tak tenang,  emosinya  tak  tekontrol,  pikirannya  kacau-balau  dan  ketakutan  menjalar  dalam  dirinya.

Sehingga  dalam  dirinya  terkumpul  ketakutan  luar-dalam  yang  sulit  untuk  diungkapkan.  Orang semacam ini  jika belum pernah  mendapatkan latihan yang  banyak  dalam  mengatasi  permasalahan berdasarkan  sebab-sebab  alami,  akan  meruntuhkan kekuatan  dan  kejiwaannya,  karena  ketiadaan  iman yang mengarahkannya kepada kesabaran, khususnya dalam kondisi terdesak dan sangat menyedihkan atau menakutkan.

Orang  baik  dan  orang  jahat,  orang  beriman  dan orang  kafir  punya  kemungkinan  yang  sama  dalam mewujudkan  keberanian  dan  naluri  untuk memperkecil  ketakutan,  akan  tetapi  orang  beriman memiliki kelebihan berupa kekuatan iman, kesabaran dan tawakkal kepada Allah,  berpegang  teguh  kepada-Nya  dan  mengharapkan  pahala  dari  Allah  ta’ala, semua  itu  akan  menambah  keberaniannya, meringankan  beban  ketakutannya  dan  memperkecil pengaruh musibah. Sebagaimana Allah berfirman:
“Jika  kamu  menderita  kesakitan,  maka sesungguhnya  merekapun  menderita  kesakitan  pula sebagaimana  kamu  menderitanya,  sedang  kamu mengharap  dari  Allah,  apa  yang  tidak  mereka harapkan.” (Q.S An-Nisa: 104).

Mereka  juga  akan  mendapatkan  pertolongan  dan bantuan  khusus  dari  Allah  ta’ala  yang  dapat menghilangkan ketakutan:
“Dan  bersabarlah  kalian,  sesungguhnya  Allah bersama orang-orang yang sabar .” (Q.S Al-Anfal: 46).

Bersambung - 2

Diterjemahkan dari :

الوسائل المفيدة للحيتاة السعيدة

Penerjemah : ABDULLAH HAIDIR, Lc
Murajaah : 
MUHAMMAD SAIFUDDIN
DR. MUH. MU’INUDINILLAH BASRI
ERWANDI TARMIZI

Diterbitkan : Maktab Dakwah Dan Bimbingan Jaliyat Rabwah
1426 – 2005

No comments:

Post a Comment

Sekilas Info

SEKILAS INFO Bismillah Alhamdulillah Semoga shalawat dan salam tercurahkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu'alaihi wa sallam, keluar...